الأحد، 23 ديسمبر 2012

JURNAL


PERILAKU PENYESUAIAN SOSIAL DAN KEBIASAAN BELAJAR DAN HUBUNGAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SMUN KENDARI





 







Asrawati Karimuddin
12010103023




JURUSAN TARBIYAH/PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SULTAN QAIMUDDIN
KENDARI
2012



KATA PENGANTAR
 


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepadapenulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perilaku Penyesuaian Sosial Dan Kebiasaan Belajar Dan Hubungan Dengan Prestasi Belajar Siswa Di SMUN Kendari “ ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Harapan penulis segoga makalah ini memberikan masukan kepada siapapun yang membacanya terutama bagi penulis sendiri.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik peulisan maupun mkandungan materinya. Untuk itu penulis mengharap kesediaan pembaca untuk memberikan kritikan dan masukan demi penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis mengucapkan terimah kasih banyak kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan sumbangsih, semoga makalah ini dapat terselesaikan.
Kendari,          Desember 2012
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................             i
DAFTAR ISI...............................................................................................              ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ..................................................................................             1
B.     Rumusan Masalah ............................................................................              1
C.     Tujuan dan Manfaat penulisan ........................................................               1
BAB II PEMBAHASAN
A.  Perilaku penyesuaian sosial ..........................................................                  3
B.  Kebiasaan belajar ..........................................................................                 5
C.  Prestasi belajar..................................................................................               5
D.  Hubungan perilaku penyesuaian sosial dan kebiasaan belajar
 dengan prestasi belajar....................................................................               6
BAB III PENUTUP
A.    Kelebihan dan kelemahan  ..............................................................               7
B.     Kesalahan penulisan  ..........................................................................            8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia memiliki keunikan. Keunikan ini, tampak dalam eksistensinya sebagai mahluk individual dan sekaligus mahluk social. Oleh karena itu, eksistensi manusia yang unik tersebut, tampak pada dimensi individualitas dan dimensi sosialitas yang hanya dapat dibedakan  namun tidak dapat dipisahkan. Kedua dimensi tersebut dapat berpengaruh terhadap relasi yang dapat dibangun oleh manusia, baik relasi yang bersifat intrapribadi (intrapersonal) maupun interaksi yang bersifat antarpribadi (interpersonal). Untuk membangun relasi tersebut, kemampuan manusia dalam filsafat eksistensi disebut sebagai relasi eksistensial. Relasi eksistensial yaitu relasi yang dibangun oleh manusia dalam kaitannya dengan dirinya sendiri, sesamanya, dan alam semesta maupun dengan Sang Pencipta.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang jurnal tersebut, penulis merumuskan permasalahan yaitu bagaimanakah perilaku penyesuaian social dan kebiasaan belajar dan hubungannya dengan prestasi belajar siswa di SMU Kendari ?
C.    Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka jurnal ini bertujuan untuk mengetahui :
1.      Perilaku penyesuaian sosial
2.      Kebiasaan belajar
3.      Prestasi belajar
4.      Hubungan perilaku penyesuaian sosial dan kebiasaan belajar dengan prestasi belajar.
Pada dasarnya manfaat dari penulisannya ini bertujuan untuk memberikan motivasi, seperti :
1.      Mengembangkan prestasi belajar siswa
2.      Sebagai bahan informasi yang menyangkut perilaku penyesuaian sosial, kebiasaan belajar, dan prestasi belajar.
























BAB II
PEMBAHASAN
A.    Perilaku Penyesuaian Sosial
1.      Hakikat penyesuaian sosial
Secara konsepsional, penyesuaian sosial tidak memiliki perbedaan yang mendasar dengan konsep penyesuaian pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada obyek yang menjadi titik tekan. Aspek penyesuaian sosial merupakan bagian dari penyesuaian diri selain aspek penyesuaian pribadi sedangkan Schneider, membagi penyesuaian diri pada empat bagian yaitu, mencangkup aspek penyesuaian pribadi, penyesuaian sosial, penyusaian perkawinan dan penyesuaian jabatan.
Elliot dan Gresam, mengemukakan bahwa penyesuaian social bagi anak-anak dan pemuda didalamnya adalah  :
a.       Dapat diterima oleh kelompok sebaya,
b.      Memiliki konsep diri yang baik, dan
c.       Memiliki penyesuaian psikologis yang baik.
Seseorang yang tergolong pemalu mengalami ketidak mampuan, seseorang sebenarnya tidak mengalami kesulitan, tetapi secara sadar menghindari hubungan dengan orang lain, karena sebab atau factor-faktor tertentu.
2.      Karateristik perilaku penyesuaian sosial
Pandangan Levis mengemukakan bahwa perilaku penyesuaian sosial siswa, terjadi sebagai hasil dari interaksinya dengan orang lain, yaitu hubungan anak dengan orang dewasa dan sebayanya serta dengan situasi kelompok sosialnya. Perilaku penyesuaian sosial yang dikehendaki disekolah ditandai dengan ; bekerja dengan penuh kepuasan.
Karakteristik dan perilaku penyesuaian social yang dikehendaki itu adalah minat yang besar dalam bekerja dan bermain, bekerjasama dan menaruh  minat terhadap orang lain.
3.      Dampak kesulitan penyampaian sosial
Kinerja perilaku yang buruk ini dampak mengganggu konsep diri, tidak yakin pada dirinya dan mengira orang-orang disekitarnya peka terhadap kritik, responsive terhadap pujian dan  pessimis. Dengan konsep diri yang rendah dan tingkat kecemasan yang tinggi, individu yang sulit bergaul mengalami hambatan dalam memulai percakapan, menjalani dan melakukan percakapan dengan menyenangkan dan mengakhiri percakapan dan kesulitan ini dapat terjadi dalam berbagai situasi.
Michelson mengungkapkan kesulitan yang pada umumnya dialami oleh individu yang mengalami kesulitan membina hubungan sosial, diantaranya adalah dalam mengemukakan dan menerima pujian, mengemukakan dan menerima keluhan, menolak permintaan yang tidak beralasan, menegaskan hak-hak individu, meminta tolong, menyarankan suatu  perubahan tingkah laku, menyelesaikan masalah dengan kreatif, membina hubungan dengan orang yang berlainan jenis kelamin, membina hubungan dengan orang yang berbeda status.
4.      Penyesuaian sosial di Sekolah dan kaitannya dengan kebahagiaan anak.
Kebahagiaan itu dapat dirasakan seseorang apabila terjadi kepuasan batin dalam dirinya karena terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya.
Kemampuan menyesuaikan diri secara sosial sekurang-kurangnya mempunyai lima manfaat besar. Kelima manfaat yang dapat diperoleh tersebut adalah: 1) anak dapat memperoleh kelompok belajar dan bermain yang sesuai, 2) anak akan dapat menjalin hubungan persahabatan dengan baik, 3) anak akan mendapatkan kelompok sosial yang dapatmemecahkan kesulitan-kesulitan tertentu, 4) ana akan terhindar dari tekanan-tekanan psikologis yang merugikan perkembangan dirinya, 5) anak akan dapat belajar lebih bersemangat, sehingga ia aka dapat mencapai prestasi belajar yang optimal.


B.     Kebiasaan Belajar  
Kegiatan belajar dapat dilakukan atau terjadi diberbagai tempat, waktu dan situasi. Dengan demikian belajar tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan yang telah dirancang hanya disekolah saja, melainkan juga dilakukan di dalam situasi di luar sekolah.
Sejak seorang siswa memasuki dunia pendidikan, maka siswa tersebut akan selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang telah dirancang oleh sekolah dimana siswa tersebut berada.
Kebiasaan belajar yang baik akan cenderung untuk dipertahankan dan terus diupayakan untuk ditingkatkan sedangkan  kebiasaan belajar yang buruk cenderung untuk dihindari atau diperbaiki agar tidak menjadi suatu kebiasaan yang akan mengganggu prestasi belajar.
C.    Prestasi Belajar
1.      Pengertian belajar dan prestasi belajar
Kata belajar oleh Hilgard yang disadur oleh Ahmadi didefinisikan bahwa seseorang yang belajar, kelakuaannya akan berubah dari pada sebelumnya. Skinner mendefinisikan belajar sebagaimana yang dikutip oleh Barlow adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Sedangkan Wittig mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku organisme sebagai hasil pengalaman.
Sebagai hasil perubahan subjek didik, prestasi belajar ditengarai dengan evaluasi belajar, dalam konteks ini, evaluasi belajar adalah suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai keberhasilan belajar seseorang, setelah mengalami proses belajar selama satu periode tertentu.
Evaluasi (penilaian) hasil belajar adalah pengukuran dan penilaian terhadap kemampuan warga belajar berdasarkan atas materi pelajaran yang sedang dan telah dipelajari.
2.      Factor-faktor yang mempengaruhi belajar, dan prestasi belajar
Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi belajar, sehingga perlu diperhatikan sejumlah faktor esensial bagi terjadinya proses belajar yang efektif. Diantaranya, (1) kematangan mental, (2) intensitas bimbingan guru kearah tercapainya tujuan pengajaran, (3) transfer belajar, (4) latihan-latihan dan persepsi siswa terhadap hasil belajarnya, (5) motivasi yang dapat membangkitkan, mengarahkan, dan mempertahankan serta menentukan intensitas masalah belajar, dan (6) kondisi emosional yang memungkinkan siswa bebas dari rasa cemas dalam menghadapi tugas-tugas belajarnya.
D.    Hubungan Perilaku Penyesuaian Sosial dan Kebiasaan Belajar dengan Prestasi Belajar
1.      Hubungan perilaku penyesuaian sosial dengan prestasi belajar
Di lingkungan budaya Amerika, para orang tua dan guru sangat menaruh perhatian terhadap aspek penyesuaian diri di lingkungan sosial yang dilakukan anak. Bagi masyarakat Amerika, popular atau tidaknya seorang anak  begitu penting.
Meskipun budaya Amerika berbeda dengan budaya di Indonesia, pada hal-hal tertentu terdapat persamaan pandangan. Bahkan dalam hal peningkatan usaha-usaha pendidikan, bangsa Indonesia masih lebih banyak meniru dan mengadopsi strategi yang dipergunakan di Amerika.
2.      Hubungan kebiasaan belajar dengan prestasi belajar
Pada dasarnya kebiasaan belajar seseorang bukanlah bakat yang dibawah sejak kecil tetapi merupakan sesuatu yang diperoleh melalui usaha dan pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh seseorang dari waktu ke waktu sehingga menjadi sesuatu menetap dan terus menerus dapat dikembangkan lagi sampai pada puncak kebiasaan belajar yang dapat mendukung prestasi belajar seseorang.

BAB III
PENUTUP
A.    Kelebihan
Sebagian besar siswa di SMU kota Kendari mempunyai perilaku penyesuaian sosial dan kebiasaan belajar yang bervariasi.
B.     Kelemahan
Secara deskritif menunjukan bahwa indikator perilaku penyesuaian sosial siswa berada pada kategori sedang (36,2 %), dan kebiasaan siswa juga berada pada kategori sedang (40 %), sedangkan prestasi belajar siswa berada pada kategori rendah  (45,7%). Hasil ini menunjukan bahwa antara perilaku penyesuaian sosial dan kebiasaan belajar siswa tidak mempunyai hubungan dengan prestasi belajar siswa.










KESALAHAN PENULISAN
1. kesalahan huruf
Denganm seharusnya dengan
2, kesalahan kata
Penulisan kata denganm seharusnya dengan
Ketidak-puasan seharusnya disambungan ketidakpuasan
Menilik
3. kesalahan penulisan kalimat
Seperti dimaklumi, bahwa kegiatan utama anak di sekolah adalah belajar, aktivitas belajar akan berlangsung dengan apabila didukung oleh beberapa factor.
Kata seperti dimaklumi dihilangkan saja.
Kata meskipun dalam kalimat meskipun budaya amerika berbeda dengan budaya di Indonesia, pada hal-hal terdapat persamaan pandangan. Seharusnya jangan diletakkan awal paragraph.







DAFTAR PUSTAKA
Calhoun, J.F & Accocella, 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Ed. Ketiga. Penerjemah, R.S. Satmoko. Semarang: IKIP Semarang Press.
Buber, M. 1969. I And Thou, New York: McGraw Hill Book Company.
Hartoko, D, 1989. Memanusiakan Manusia Muda. Yogyakarta: Kanisius.
Hurlock. 1999. Perkembangan Anak. New York: McGraw-Hill
Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta : Ghalia Indonesia

PENGARTIAN BERBICARA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berbicara merupakan suatu bentuk berkomunikasi secara lisan. Dikalangan kita banyak orang berbicara namun hanya sekedar berbicara tidak sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Sebagai pelajar kita harus mampu berbicara yang sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditentukan dalam berbahasa. Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya. Pembi-cara yang baik mampu memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan. Dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai berbicara dan ruang lingkupnya, untuk itu makalah ini berjudul pengertian dan ruang lingkup berbicara.









BAB II
PEMBAHASAN


  1. Pengertian Berbicara
Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya. Pembi-cara yang baik mampu memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan.
Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan berbahasa lisan, dua-duanya berkaitan dengan bunyi bahasa. Dalam berbicara seseorang menyampaikan informasi melalui suara atau bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak seseorang mendapat informasi melalui ucapan atau suara.
Berbicara dan menyimak merupakan dua kegiatan yang tidak dapat di-pisahkan, kegiatan berbicara selalu disertai kegiatan menyimak, demikian pula kegiatan menyimak akan didahului kegiatan berbicara. Keduanya sama-sama penting dalam komunikasi.
Manusia adalah mahluk sosial. Manusia baru akan menjadi manusia bila ia hidup dalam lingkungan manusia. Kesadaran betapa pentingnya berbicara dalam kehidupan manusia dalam bermasyarakat dapat mewujudkan bermacam aneka bentuk. Lingkungan terkecil adalah keluarga, dapat pula dalam bentuk lain seperti perkumpulan sosial, agama, kesenian, olah raga, dan sebagainya.
Setiap manusia dituntut terampil berkomunikasi, terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, dan perasaan. Terampil menangkap informasi-informasi yang didapat, dan terampil pula menyampaikan informasi-informasi yang diterimanya.
Kehidupan manusia setiap hari dihadapkan dalam berbagai kegiatan yang menuntut keterampilan berbicara. Contohnya dalam lingkungan keluarga, dialog selalu terjadi, antara ayah dan ibu, orang tua dan anak, dan antara anak-anak itu sendiri.
Di luar lingkungan keluarga juga terjadi pembicaraan antara tetangga dengan tetangga, antar teman sepermainan, rekan kerja, teman perkuliahan dan sebagainya. Terjadi pula pembicaraan di pasar, di swalayan, di pertemuan-pertemuan, bahkan terkadang terjadi adu argumentasi dalam suatu forum. Semua situasi tersebut menuntut agar kita mampu terampil berbicara.
Berbicara berperan penting dalam pendidikan keluarga. Tata krama dalam pergaulan diajarkan secara lisan. Adat kebiasaan, norma-norma yang berlaku juga seringkali diajarkan secara lisan. Hal ini berlaku dalam masyarakat tradisional maupun masyarakat modern.

  1. Tujuan dan Cakupan Mata Kuliah Berbicara
Materi Mata Kuliah Berbicara mencakup berbagai hal. Secara garis besar materi itu tercakup dalam empat bagian pokok. Pertama, Mata Kuliah Berbicara yang meliputi rasional, tujuan dan cakupan, fungsi, dan relevansi Mata Kuliah Berbicara. Kedua, hakikat berbicara yang meliputi pengertian, tujuan, dan fungsi berbicara, konsep dasar berbicara, dan jenis-jenis berbicara. Ketiga, faktor yang mempengaruhi efektivias berbicara meliputi kecemasan berbicara, bahasa tubuh dalam berbicara, ciri-ciri pembicara ideal, dan merencanakan pembicaraan. Keempat, pengembangan keterampilan berbicara yang meliputi pengajaran berbicara, dan praktik berbicara dengan berbagai tema.
Berdasarkan kegiatan komunikasi lisan, cakupan kegiatan berbicara sangat luas. Daerah cakupan itu membentang dari komunikasi lisan yang bersifat informal sampai kegiatan komunikasi lisan yang bersifat formal. Semua kegiatan komunikasi lisan yang melibatkan pembicara dan pendengar termasuk daerah cakupan berbicara.
Daerah cakupan berbicara meliputi kegiatan komunikasi lisan sebagai berikut,
(1)     berceramah,
(2)     berdebat,
(3)     bercakap-cakap,
(4)     berkhotbah,
(5)     bertelepon,
(6)     bercerita,
(7)     berpidato,
(8)     bertukar pikiran,
(9)     bertanya,
(10) bermain peran,
(11) berwawancara,
(12) berdiskusi,
(13) berkampanye,
(14) menyampaikan sambutan, selamat, pesan,
(15) melaporkan,
(16) menanggapi,
(17) menyanggah pendapat,
(18) menolak permintaan, tawaran, ajakan,
(19) menjawab pertanyan,
(20) menyatakan sikap,
(21) menginformasikan,
(22) membahas,
(23) melisankan (isi drama, cerpen, puisi, bacaan),
(24) menguraikan cara membuat sesuatu,
(25) menawarkan sesuatu,
(26) meminta maaf,
(27) memberi petunjuk,
(28) memperkenalkan diri,
(29) menyapa,
(30) mengajak,
(31) mengundang,
(32) memperingatkan,
(33) mengoreksi,
(34) tanya-jawab.

  1. Fungsi Berbicara
Fungsi Mata Kuliah Berbicara meliputi empat aspek. Aspek-aspek tersebut adalah aspek kognitif, aspek afektif, aspek keterampilan berbicara, dan aspek keterampilan mengelola pembelajaran berbicara.
Melalui kegiatan perkuliahan Mata Kuliah Berbicara mahasiswa dituntun memahami dan mendalami teori, konsep, dan generalisasi berbicara serta metodologi pengajaran berbicara. Berarti pengetahuan mahasiswa mengenai teori, konsep, dan generalisasi berbicara serta metodologi pengajaran berbicara meningkat sejalan dengan tahap perkuliahan. Pengalaman berbicara dan pengalaman mengajarkan keterampilan berbicara merupakan fungsi Mata Kuliah Berbicara dipandang dari aspek kognitif.
Kegiatan perkuliahan Mata Kuliah Berbicara juga berpengaruh terhadap sikap mahasiswa. Bila selama ini sikap mereka terhadap keterampilan belum bersifat positif maka melalui kegiatan perkuliahan berbicara sikap itu diubah menjadi sikap positif. Para mahasiswa akan lebih memahami, menghayati, menyenangi, dan mencintai keterampilan berbicara, serta lebih gemar melaksanakan kegiatan berbicara dan pengajaran berbicara. Perubahan sikap dari belum positif menjadi bersikap positif adalah fungsi Mata Kuliah Berbicara dari aspek afektif.
  1. Relevansi Berbicara
Berbicara merupakan keterampilan dalam menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain. Penggunaan bahasa secara lisan dapat pula dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi berbicara secara langsung adalah sebagai berikut: (a) pelafalan; (b) intonasi; (c) pilihan kata; (d) struktur kata dan kalimat; (e) sistematika pembicaraan; (f) isi pembicaraan; (g) cara memulai dan mengakhiri pembicaraan; dan (h) penampilan.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat ditelusuri relevansi Mata Kuliah Berbicara dengan mata kuliah lainnya. Dari segi pelafalan Mata Kuliah Berbicara berkaitan dengan Mata Kuliah Fonologi Bahasa Indonesia. Dari segi intonasi Mata Kuliah Berbicara berkaitan dengan Mata Kuliah Sintaksis Bahasa Indonesia. Dari segi pilihan kata Mata Kuliah Berbicara berkaitan dengan Mata Kuliah Semantik Bahasa Indonesia. Dari segi struktur kata Mata Kuliah Berbicara berkaitan dengan Mata Kuliah Linguistik Umum, dan Sintaksis Bahasa Indonesia. Dari segi sistematika dan isi pembicaraan Mata Kuliah Berbicara berkaitan dengan Mata Kuliah Wacana Bahasa Indonesia. Mata Kuliah Berbicara juga berkaitan dengan Mata Kuliah Analisis Kesalahan Berbahasa karena dalam berbicara orang sering membuat kesalahan pelafalan, intonasi, pilihan kata, struktur kata, dan kalimat.
Berbicara adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa. Aspek-aspek keterampilan bahasa lainnya adalah menyimak, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.
(a)     Hubungan Berbicara dengan Menyimak
Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan menyimak didahului oleh kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan berpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi, bertelepon, tanya-jawab, interview, dan sebagainya.
Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi, tidak ada gunanya orang berbicara bila tidak ada orang yang menyimak. Tidak mungkin orang menyimak bila tidak ada orang yang berbicara. Melalui kegiatan menyimak siswa mengenal ucapan kata, struktur kata, dan struktur kalimat.
(b)     Hubungan Berbicara dengan Membaca
Berbicara dan membaca berbeda dalam sifat, sarana, dan fungsi. Berbicara bersifat produktif, ekspresif melalui sarana bahasa lisan dan berfungsi sebagai penyebar informasi. Membaca bersifat reseptif melalui sarana bahasa tulis dan berfungsi sebagai penerima informasi.
Bahan pembicaraan sebagian besar didapat melalui kegiatan membaca. Semakin sering orang membaca semakin banyak informasi yang diperolehnya. Hal ini merupakan pendorong bagi yang bersangkutan untuk mengekspresikan kembali informasi yang diperolehnya antara lain melalui berbicara.
(c)      Hubungan Berbicara dengan Menulis
Kegiatan berbicara maupun kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua kegiatan itu berfungsi sebagai penyampai informasi. Penyampaian informasi melalui kegiatan berbicara disalurkan melalui bahasa lisan, sedangkan penyampaian informasi dalam kegiatan menulis disalurkan melalui bahasa tulis.
Informasi yang digunakan dalam berbicara dan menulis diperoleh melalui kegiatan menyimak ataupun membaca. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan dalam kegiatan berbicara menunjang keterampilan menulis. Keterampilan menggunakan kaidah kebahasaan menunjang keterampilan berbicara.









BAB III
KESIMPULAN
Adapun yang menjadi kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut;  Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya. Pembi-cara yang baik mampu memberikan contoh agar dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik mampu memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan.
Berdasarkan kegiatan komunikasi lisan, cakupan kegiatan berbicara sangat luas. Daerah cakupan itu membentang dari komunikasi lisan yang bersifat informal sampai kegiatan komunikasi lisan yang bersifat formal. Semua kegiatan komunikasi lisan yang melibatkan pembicara dan pendengar termasuk daerah cakupan berbicara.
Berbicara adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa. Aspek-aspek keterampilan bahasa lainnya adalah menyimak, membaca, dan menulis. Keempat aspek tersebut berkaitan erat, antara berbicara dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.